Menyoal Makan Bergizi Gratis
Oleh
Ahyani R (Pegiat Literasi)
Pemerintahan Prabowo-Gibran menginisiasi “Makan Siang Gratis” yang kemudian namanya diubah menjadi “Makan Bergizi Gratis” atau MBG. Saat ini MBG sedang dalam tahap uji coba di sejumlah daerah di tanah air dan akan resmi diluncurkan pada 2 Januari 2025. Dalam prosesnya program ini dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN), sebuah lembaga pemerintah yang ditugaskan untuk mewujudkan pemenuhan gizi nasional.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami mengatakan, tiga tujuan utama dari MBG adalah tingkat kehadiran siswa makin baik, mencegah angka putus sekolah, hingga hasil pembelajaran makin optimal. Amich menjabarkan, tiga tujuan utama itu didasari dari data maraknya para siswa di dunia ini yang belajar dalam kondisi perut lapar. Ia merujuk data United Nations Children's Fund atau Unicef yang menyatakan 60 juta anak dunia di negara miskin dan berpendapatan rendah pergi ke sekolah dalam kondisi perut kosong. (cnbcindonesia.com/26/08/2024).
Namun, mampukah tujuan tersebut tercapai lewat program MBG ini? Dan apakah ini wujud keseriusan negara dalam memperhatikan kebutuhan rakyatnya? Ataukah hanya sekedar upaya tambal sulam untuk menutupi kelemahan negara dalam mengurus rakyatnya.
Melibatkan Asing
Sejak diumbar dalam janji kampanye Presiden dan Wapres terpilih, pertanyaan tentang sumber dana untuk membiayai MBG terus bermunculan. Meski berkilah bahwa sumber pembiayaan murni dari APBN, tetapi tahapan implementasi program ini makin tampak melibatkan swasta bahkan negara luar.
Untuk pendanaannya sendiri, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 71 triliun untuk MBG dari APBN, dengan target sasaran yang dijalankan secara bertahap selama lima tahun ke depan: pada 2025 menargetkan 40 persen penerima manfaat, pada 2026 meningkat menjadi 80 persen dan pada 2029 diharapkan mencapai 100 persen penerima manfaat.
Masalahnya, angka itu terbilang kecil dari perkiraan awal tim Prabowo-Gibran yang mengeklaim setidaknya membutuhkan sekitar Rp400 triliun untuk tahun pertama. Musababnya, makan bergizi gratis bakal menyasar hampir 83 juta orang termasuk 30 juta anak usia dini, 24 juta siswa SD, 9,8 juta murid SMP, 10,2 juta murid SMA dan SMK, 4,3 juta santri, dan 4,4 juta ibu hamil. Sedangkan kalau anggarannya Rp71 triliun, hanya 12 juta hingga 14 juta (15-17) orang yang mendapatkan makan gratis. Maka jelas MBG membutuhkan pasokan dana yang tidak sedikit.
Dilansir dari Tempo.co (1/11/2024) Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana membeberkan strategi anggaran untuk makan bergizi gratis tahun depan. Untuk penyediaan infrastruktur dilakukan melalui APBN. Selain dari APBN, Dadan mengungkap, akan ada pula koordinasi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan juga pihak ketiga dalam bentuk investasi. Badan Gizi Nasional sendiri memiliki sumber dana lain yang sampai saat ini dirahasiakan. Dana itu disalurkan untuk seluruh rangkaian uji coba makan bergizi gratis. Dadan menyebut biaya uji coba yang berkisar antara Rp 800 juta - Rp 900 juta per bulan selama ini berasal dari kantong “hamba Allah”.
Selain itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mewajibkan pemerintah daerah (pemda) agar mengalokasikan belanja yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) untuk mendukung program makan bergizi gratis. (Kontan.co.id/01/10/2024)
Dalam lawatannya ke luar negeri, Prabowo juga gencar mempromosikan MBG ini ke beberapa negara yang dikunjunginya. Di China misalnya, Indonesia baru saja membuat kesepakatan bernilai US$10 miliar atau setara dengan Rp157 triliun antara China dan Indonesia di Beijing yang mencakup sejumlah sektor, termasuk mengongkosi program makan bergizi gratis.
Demikian pula, pemerintah menggandeng investor Vietnam untuk membangun industri sapi perah di lahan seluas 10 ribu hektare di Poso, Sulawesi Tengah. Kerja sama ini bertujuan untuk mendukung program makan bergizi gratis. Sementara untuk pengadaan sapi perahnya sendiri Indonesia telah bekerja sama dalam impor 100.000 sapi perah dengan Brazil. Sementara ada juga sejumlah negara yang menyatakan kesediaannya untuk bekerjasama dengan Indonesia terkait MBG.
Ini menguatkan dugaan bahwa perbaikan gizi anak sekolah melalui MBG hanyalah klaim yang sejatinya membuka pintu masuknya para pebisnis dan intervensi asing. Cita-cita mewujudkan generasi sehat nyatanya belum mampu diwujudkan pemerintah secara mandiri. Bagi pebisnis sebagai pemasok bahan baku, tentu saja mereka memperoleh pasar yang baru. Bagi negara luar, berlaku prinsip “no free lunch”. Inilah watak Kapitalisme bahwa setiap urusan rakyat tidak lepas dari kerja sama dengan para Kapitalis. Pemerintah menganggap tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa dukungan kapitalis untuk menjalankan setiap kebijakan yang tentunya butuh biaya yang tidak sedikit.
Program Tambal Sulam
Program MBG hanyalah tambal sulam pada sistem kapitalis yang gagal memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Program ini tidak cukup karena tidak melihat masalah gizi sebagai akibat dari ketidakadilan dalam distribusi sumber daya akibat sistem ekonomi yang tidak adil. Kemiskinan, sebagai akar masalah utama, dibiarkan berlarut-larut karena negara lebih memilih mengandalkan mekanisme pasar daripada mengambil peran aktif.
Negara memiliki kewajiban untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya, termasuk menghilangkan kemiskinan. Namun, sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini justru membuat negara abai terhadap tanggung jawabnya. Akibatnya, kemiskinan semakin parah dan memicu berbagai masalah sosial seperti stunting dan gizi buruk
Dalam sistem demokrasi kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator, bukan pelayan rakyat. Demokrasi yang katanya pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, praktiknya berbeda dari teorinya. Sebagai contoh, program makan bergizi gratis mempertontonkan inkonsistensi ucapan penguasa. Hari ini bilang gratis, besok mungkin diminta iuran. Hari ini susu sapi gratis, besoknya diganti susu ikan.
Pemimpin terpilih dari sistem demokrasi sejatinya tidak akan bisa melayani rakyat sepenuh hati. Buktinya, program makan bergizi gratis cenderung beraroma bisnis ketimbang memperhatikan gizi generasi. Dari satu kebijakan, lahirlah peluang bagi korporasi mengambil alih peran negara. Program makan bergizi gratis terindikasi menjadi program industrialisasi korporasi dan investasi dalam sektor pangan. Negara seharusnya menyediakan layanan terbaik di semua bidang. Namun, sistem demokrasi yang transaksional membuat peran tersebut termarginalkan. Dari semua kebijakan penguasa, sektor strategis yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat kerap dikomersialisasi, semisal kesehatan, pendidikan, dan pangan.
Makan Bergizi Gratis pada dasarnya adalah potret kurangnya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Hanya menyelesaikan persoalan cabang tapi tidak sepenuhnya benar-benar memberikan solusi terhadap permasalahn rakyat.
Cara Islam Menjamin Kualitas Generasi
Membangun sebuah negara besar tentu membutuhkan modal yang sangat besar, di antaranya sistem pemerintahan yang bersih dari kepentingan individu/golongan, anggaran yang cukup, dan generasi berkualitas. Hadirnya generasi berkualitas tentu menjadi syarat utama membangun peradaban manusia yang unggul. Oleh karenanya, negara Khilafah akan memperhatikan setiap kebijakan agar peradaban Islam yang mulia dapat terwujud. Di antara kebijakan tersebut ialah:
Pertama, menjamin dan memenuhi kebutuhan dasar setiap individu rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dalam aspek sandang, pangan, dan papan, negara harus memberikan kemudahan bagi rakyat dalam mengaksesnya, seperti harga tanah, rumah, dan pangan yang murah. Negara akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang bertransaksi dengan curang, menipu, dan mematok harga.
Pada aspek kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara memberikan jaminan tersebut secara gratis tanpa dipungut biaya. Negara wajib menyediakan fasilitas dan sarana yang memadai agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan bisa berjalan dengan baik. Sistem pendidikan harus berbasis akidah Islam untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik. Sistem kesehatan harus berbasis pelayanan prima, seperti pemeriksaan kesehatan, vaksinasi, pemberian makanan bergizi kepada balita dan anak-anak.
Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis sudah diterapkan dalam bentuk pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang telah dibangun sejak abad ke-14 sampai abad ke-19. Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diminta untuk menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid, guru, murid, sufi, pelancong, dan penduduk lokal yang membutuhkan.
Kedua, mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Di dalam baitulmal terdapat bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya. Pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dlaribah (pajak). Kedua, kepemilikan umum meliputi tambang minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus, semisal sarana publik seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, dan lainnya. Ketiga, zakat yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat hewan ternak (unta, sapi, dan kambing).
Dengan mekanisme ini, negara tidak akan kebingungan mencanangkan program dan kebijakan untuk rakyat karena penguasa melakukan fungsinya sebagai ra’in dengan sangat baik..”Wallahua’lam bishshawab.
No comments: