Islam Melindungi Perempuan dan Anak

 Islam Melindungi Perempuan dan Anak 

Oleh

Nurwanasari Hamzah (Aktivis Dakwah)


Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia kian mengkhawatirkan, tidak terkecuali di Sulawesi Tenggara (Sultra).  Jumlah kasus hingga Agustus 2024 mencapai  total 251 atau jika dirata-ratakan bisa mencapai 0,9 hari atau kurang dari 1 hari, dimana sebagian besar adalah berupa bentuk kekerasan seksual dan fisik.


Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Pemprov Sultra, pada  periode Januari-Juni 2024 lalu, tercatat sebanyak 192 kasus.  Kasus kekerasan tersebut, paling banyak terdapat di Kota Baubau sebanyak 27 kasus, kemudian Kota Kendari 23 kasus, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) 19 kasus, Kolaka Utara (Kolut) 18 kasus, Buton 17 kasus, Muna 15 kasus, Buton Utara (Butur) 14 kasus, dan Buton Selatan (Busel) 12 kasus. Kemudian, Kabupaten Kolaka terdapat 11 kasus, Kolaka Timur (Koltim) 11 kasus, Bombana 6 kasus, dan Wakatobi empat kasus.


Sedangkan untuk Kabupaten Konawe Utara (Konut), Konawe Kepulauan (Konkep), Konawe, dan Kabupaten Muna Barat (Mubar) tidak ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi. Bentuk kasus kekerasan yang terjadi pada para korban, yakni kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, trafficking, penelantaran, seksual, dan lainnya. (sultra.antaranews.com/15/10/2024). 


Melalui resolusi 66/170 (19 Desember 2011), Majelis Umum PBB mendeklarasikan peringatan global hari Anak Perempuan Internasional (International Day of the Girl Child) jatuh pada tanggal 11 Oktober. Kemudian diadopsi oleh pemimpin dunia pada tahun 2015 melalui agenda 2030 untuk Pembangunan berkelanjutan (SDGs). Tujuan dari agenda ini adalah untuk memastikan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, dunia mencapai keadilan, inklusi, dan ekonomi yang berfungsi untuk semua, serta lingkungan bagi keberlanjutan generasi mendatang.


Di Indonesia, banyak upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, diantaranya mengusulkan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku, termasuk hukuman kebiri yang kemudian dimasukkan ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UUTPKS) yang telah disahkan tahun 2022 silam.  


Dengan adanya UUTPKS ini, diharapkan jaminan masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak bakal terselesaikan. Namun sebaliknya, segala upaya dan seperangkat aturan yang ada tersebut tidak mampu menghilangkan, bahkan tidak mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kasus-kasus baru terus bermunculan bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Para pelaku sepertinya tidak memiliki efek jera dengan adanya aturan tersebut. Buktinya, setiap terungkap kasus yang satu, maka akan muncul kasus yang lainnya lagi.  Penyelesaiannya hanya berputar pada penanganan kasus, tetapi membiarkan ketakutan utamanya. Sebenarnya, apa yang menjadi akar masalah dari persoalan kekerasan perempuan dan anak?


 *Akar Masalah* 


Tidak ada asap, maka tidak akan ada api. Segala bentuk kejadian pasti ada penyebabnya. Apabila kita telaah secara mendalam, kasus kekerasan ini terjadi karena beberapa, contohnya masalah ekonomi keluarga. Kondisi ekonomi yang semakin sulit seperti sekarang membuat orang tertentu gampang emosi apalagi kalau sudah terlibat judi online (Judol), pinjaman online (Pinjol) atau hutang riba, hidup menjadi tidak tenang dan terasa sulit ditambah pemikiran sekuler, hal tersebut banyak memicu tindakan kekerasan. Tidak hanya penyiksaan, tetapi bahkan sampai pembunuhan. 


Selain masalah ekonomi, ada juga masalah perselingkuhan atau kecemburuan yang berlebihan kepada pasangan, masalah seksualitas, pengaruh minuman keras atau alkohol, obat-obatan terlarang, pengangguran atau PHK atau juga masalah kehamilan di luar nikah. Tanpa ketakwaan, semua itu dapat menjadi alasan seseorang melakukan tindak kekerasan.  Ditambah lagi dengan penerapan sistem ekonomi Kapitalis, siapa yang kuat, maka dia yang menang. Kapitalisme juga melahirkan gaya hidup Liberalisme. 


Kapitalisme mengemban pemikiran Sekuler yang memisahkan antara kehidupan dunia dan  akhirat. Agama hanya sebatas hiasan untuk beribadah sedangkan kehidupan sepenuhnya hak manusia. ini menyebabkan kapitalisme memiliki paham kebebasan.


Fakta ini seharusnya membuka mata bahwa akar masalahnya adalah karena landasan sekularisme, sehingga kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin marak. Pemisahan agama dari lini kehidupan serta pengaturan urusan masyarakat berdasarkan hawa nafsu manusia. Sekulerisme lahir dari peradaban barat dengan konsep dasar memisahkan agama dari kehidupan dan memisahkan agama dari pengaturan politik negara. Walhasil, manusialah yang diberikan mandat membuat aturan serta mengurusi rakyat dengan nilai-nilai sesuai standar manusia. Diantaranya nilai-nilai kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan bertingkah laku serta kebebasan berekonomi. Bahkan kebebasan ini yang menjadi landasan negara  membuat regulasi yang melahirkan gaya hidup bebas/liberal di tengah-tengah masyarakat. 


Jadi, sebaik apapun tujuan pemerintah untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak dari tindakan kekerasan, tidak akan pernah berhasil selama masih menggunakan sekulerisme sebagai landasannya. Selain itu, hukuman bagi pelaku kekerasan tidak sukses membuat jera pelaku. Sehingga sebanyak apapun kasus yang sudah terpecahkan, akan muncul kasus serupa bahkan bisa lebih parah. Karena ini bukan persoalan undang-undang saja, tapi lebih mendasar lagi, yaitu persoalan cara pandang yang salah, yaitu Sekularisme yang telah mendarah daging. sejatinya akar masalah seputar perlindungan dan jaminan keamanan anak sangatlah kompleks. Untuk itu, perlindungan anak membutuhkan peran berbagai pihak, yakni keluarga dalam hal ini orang tua, masyarakat serta negara.


 *Sistem Islam Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak* 


Berbeda halnya dengan sistem Sekuler-Kapitalis, sistem Islam memiliki aturan yang baku, terperinci, dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan.  Satu-satunya harapan untuk bisa menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta perdagangan orang adalah kembali kepada Islam, aturan dari Al-Khalik Al-Mudabbir, Sang Pencipta Yang Maha Pengatur. 


Adapun tiga pilar penerapan perlindungan terhadap perempua dan anak pada Sistem Islam yaitu Pertama, ketakwaan individu. Islam mewajibkan negara untuk terus membina ketakwaan rakyatnya, yaitu melalui kurikulum pendidikan. Seluruh perangkat yang dimiliki dan sistem pendidikan baik formal maupun informal. Negara menjaga suasana ketakwaan di masyarakat antara lain melarang bisnis dan media yang berbahaya, semisal menampilkan kekerasan dan kepornoan.


Kedua, kontrol masyarakat. Individu rakyat yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap anak. Masyarakat bertakwa juga akan selalu mengontrol agar individu masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap hak anak. Masyarakat juga akan mengontrol negara atas berbagai kebijakan negara dan pelaksanaan hukum-hukum Islam.


Ketiga, penerapan sistem dan hukum Islam oleh negara secara menyeluruh dalam seluruh aspek.

Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, negara akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu (pangan,sandang dan papan), juga akan mampu menjamin pemenuhan kebutuhan dasar akan kesehatan pendidikan dan keamanan dengan begitu, tekanan ekonomi sebagai salah satu faktor pemicu terbesar munculnya pelanggaran terhadap hak anak bisa dicegah dari awal.


Dalam ranah hukum, negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual. Dimana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.


Sistem Islamlah yang akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak, mengunci pintu munculnya kekerasan anak, memberikan hak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi.  Wallahu a’lam bi ashshowwab.


Islam Melindungi Perempuan dan Anak Islam Melindungi Perempuan dan Anak Reviewed by Penulis on October 28, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.