Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR

Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR

Oleh

Nanianti (Pegiat Literasi)


Di tengah persoalan daya beli masyarakat yang terpuruk. Wacana tunjangan perumahan anggota dewan perwakilan rakyat mencuat. Sekretaris Jenderal DPR mengemukakan alasan kebijakan ini karena kondisi rumah dinas anggota DPR dianggap sudah tidak layak huni, karena tikus dan rayap menjadi persoalan yang sulit dikendalikan.


Wacana pemberian tunjangan rumah anggota dewan itu menuai kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menyebut kebijakan itu sebagai pemborosan anggaran negara dan bentuk ketidakberpihakan terhadap kepentingan publik.


ICW menghitung anggaran yang dikeluarkan negara bila wacana tersebut tetap dijalankan. Jika nilai tunjangan Rp50 juta dikalikan 580 anggota dewan, lalu dikalikan dengan masa kerja selama 60 bulan atau 5 tahun, hasilnya yaitu Rp1,74 triliun.

Sementara nilai Rp70 juta setiap bulan, dengan perhitungan yang sama, akan menghabiskan anggaran Rp2,43 triliun.


Staf Divisi Korupsi Politik ICW, Seira Tamara menilai jika DPR tetap menjalankan rencana itu, maka akan terjadi pemborosan anggaran sekitar Rp1,36 triliun hingga Rp2,06 triliun selama lima tahun.


Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Nasional (UNAS), Nia Elvina menuturkan, kebijakan memberikan tunjangan rumah anggota DPR itu dinilai sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap kondisi masyarakat saat ini. Sebab, masih banyak warga yang kesulitan untuk mendapatkan rumah layak.  "Sebagian besar masyarakat kita, terutama kelas menengah ke bawah kesulitan untuk mendapatkan rumah atau mengakses kredit perumahan," kata Nia. 


 *Akar Masalah* 


Tunjangan rumah dinas anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang diterima anggota dewan. Tunjangan itu tentu diharapkan  memudahkan peran anggota DPR sebagai wakil rakyat dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat.


Namun melihat realita sebelumnya dan realita anggota dewan periode ini, mungkinkah harapan rakyat dapat terwujud? Optimalkah kerja mereka? Apalagi dengan adanya rumah jabatan anggota, tunjangan ini bisa menjadi suatu pemborosan anggaran negara. Belum lagi persoalan lain yang muncul seperti mempersulit pengawasan penggunaan dana tersebut. Terlebih lagi dana yang ditransfer langsung ke rekening masing-masing anggota dewan. 


Wajar jika ada anggapan tunjangan ini hanya memperkaya mereka. Di sisi lain tunjangan tersebut ironis jika dibandingkan dengan realita yang dihadapi rakyat hari ini, yang masih kesulitan memiliki rumah, bahkan ada beban iuran tabungan perumahan (Tapera) bagi pekerja. Maka ironis ketika keputusan anggota dewan justru membuat rakyat makin susah hidupnya.


 *Pandangan Islam* 


Berbeda dengan Islam, lembaga negara yang menjadi perwakilan rakyat adalah majelis umat. Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan bagi Khilafah. Orang-orang yang mewakili penduduk wilayah disebut Majelis Wilayah. Orang-orang non muslim dibolehkan menjadi anggota majelis  umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan pelaksanaan hukum-hukum Islam.


Adapun beberapa wewenang utama Majelis umat yaitu pertama memberikan pendapat/usulan kepada khalifah dalam setiap urusan dalam negri seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi, sebagaimana jg usulan mendirikan sekolah, membuat jalan atau mendirikan rumah sakit. Dalam hal ini pendapat majelis bersifat mengikat .


Kedua, mengoreksi khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang dianggap oleh mereka sebagai sebuah kekeliruan.  Ketiga, menampakan ketidaksukaan kepada para wali atau para mu'awin dan khalifah harus memberhentikan mereka yang diadukan itu.  Keempat, memberikan pandangan dalam undang-undang yang akan ditetapkan dan membatasi kandidat khalifah.


Majelis umat ini benar-benar mereprentasikan umat karena dipilih langsung oleh umat tanpa adanya money politik (politik uang). Karena tugas dan kewenangan mereka bukan membuat undang-undang yang menguntungkan anggota majelis umat, tetapi hanya sebatas syura (musyawarah) dan muhasabah kepada khalifah.


Selain itu, Islam berperan penting menjaga penerapan hukum-hukum syara' dan peduli dengan kondisi masyarakat. Siapa saja  yang menjadi majelis umat dipastikan orang yang amanah dan bertanggung jawab pada setiap amanah yang diberikan. Karena Islam mampu menjadikan setiap individu-individu yang bertakwa. Setiap aktifitasnya selalu disandarkan kepada Al-qur'an dan hadits serta ketundukannya hanya pada Allah SWT.  


Tidak heran, bukan materi (gaji) yang menjadi tujuan wakil rakyat dalam sistem Islam, tetapi mengurusi kebutuhan masyarakat yang diwakilinya yang utama.  Gaji dan fasilitas hanya sebagai bonus, tetapi ridha Allah adalah tujuan dalam mengemban amanah.  Semoga sistem Islam kembali tegak.  Wallahu'alam bissawab.




Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR Menyoal Tunjangan Rumah Dinas Anggota DPR Reviewed by Penulis on October 22, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.