Harga Beras Naik, Rakyat Tercekik
Oleh
Tsabita (Pegiat Literasi)
Kenaikan harga beras sudah dirasakan pada akhir 2022 sampai saat ini. Hal ini di latarbelakangi sulitnya pemerintah dalam menstabilkan harga beras yang terus terjadi, sehingga lebih memilih beradaptasi dengan tingginya harga. Pemerintah mengambil langkah kebijakan menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pembelian, sementara di sisi lain negeri ini memiliki modal besar dalam peningkatan pangan terutama beras, karena memiliki lahan yang luas dan bonus demografi (jumlah penduduk).
Dilansir dari www.kompas.com (20/9/2024), Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal daripada harga beras di pasar global. Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk menilai tingginya harga beras ini terjadi karena beberapa hal, seperti kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor dan kenaikan biaya produksi hingga pengetatan tata niaga melalui non tarif. "Kebijakan yang mendistorsi harga ini menaikkan harga produk dan mengurangi daya saing pertanian,” ucap Carolyn.
Ketahanan pangan merupakan aspek penting yang harus diprioritaskan oleh suatu negara, karena hal ini berkaitan dengan kedaulatan suatu negara tanpa bergantung kepada negara lain dan menjadi salah satu faktor keberhasilan negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.
*Akar Masalah dari Sistem Kapitalis-Sekuler*
Penerapan sistem Kapitalis-Sekuler saat ini, menjadi pangkal persoalan tidak stabilnya pangan terutama beras di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Terjadi kesalahan tata kelola pertanian yang kapitalistik. Impor yang terus masif dilakukan pemerintah dengan alasan untuk menekan kenaikan harga, tetapi disisi lain penderitaan yang dialami petani akan kalah saing dengan impor. Ketergantungan impor akan jauh dari kemandirian pangan dan memperlemah daya saing pertanian dalam negeri.
Sistem Kapitalis-Sekuler menjadikan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Mekanisme pasar bebas ekonomi Kapitalis, dengan nilai kebebasan membuka ruang bagi para perusahaan besar yang akan menguasai rantai pangan, mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi yang dikomersialisasi, mengendalikan harga pasar sehingga menyulitkan pemerintah sendiri dan berdampak pada rakyat.
Petani ikut terdampak dengan besarnya biaya produksi yang harus dikeluarkan seperti pupuk, bibit, pestisida dan yang lainnya sehingga petani membutuhkan modal yang lebih besar dan berpengaruh pada harga jual beras. Belum lagi luas lahan yang minim, modal kecil dan teknologi seadanya berpengaruh pada pendapatannya.
Diperparah, saat ini, sektor pertanian dikuasai oleh Oligarki dari hulu ke hilir yang memiliki modal besar dan bentangan lahan. Kondisi klasik yang selama ini terjadi berputar persoalan pangan dan berbagai macam kebijakan pemerintah, namun belum memberikan solusi yang hakiki.
Indonesia sebagai negara agraris dengan pertaniannya seharusnya mampu menjamin kebutuhan rakyatnya dengan cara dikelola dengan baik oleh negara yang pemanfaatannya adalah untuk kemaslahatan rakyat. Hanya saja jika dasar pengelolaanya bukanlah berdasar pada sistem terbaik yaitu sistem Islam maka pastinya problem pangan akan terus terjadi di negeri ini.
*Solusi lslam*
Berbeda dengan itu, dalam sistem Islam, pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat dan mensejahterakan petani sudah menjadi tanggung jawab negara. Negara memastikan agar kebutuhan mulai dari sandang pangan dan papan dapat terealisasikan secara optimal. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda , “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatnya” (HR Ahmad).
Karena itu perlu ada kebijakan negara yang mampu mengelola terealisasinya ketahanan pangan atas negeri ini baik dari sisi distribusi, mengatur subsidi yang merata bagi petani, serta membina petani agar lebih efisien dalam produksi. seperti meningkatkan produksi pertanian.
Negara menerapkan strategi kebijakan pertanian misalnya intensifikasi yaitu dengan memaksimalkan sumberdaya yang ada seperti lahan, tenaga kerja dan teknologi, penggunaan pupuk untuk kesuburan tanah, menggunakan benih bervarietas unggul, menerapkan sistem irigasi yang tepat agar tanaman mendapatkan cukup air serta metode budidaya dengan memanfatkan teknnologi dalam penerapannya untuk meningkatkan produktifitas hasil pertanian.
Dilakukan pula ekstensifikasi yaitu memperluas areal lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Seperti memanfaatkan lahan non-produktif yang ada di dalam negeri.
Jika saat ini lahan-lahan yang ada dimiliki semata oleh individu ataupun swasta tapi tidak di garap sesuai syariat, maka dianggap ditelantarkan. Yang mana dalam Islam, tanah yang diterlantarkan lebih dari tiga tahun oleh pemiliknya akan diambil oleh negara dan akan dikelola menjadi lahan produktif yang kebermanfaatannya untuk kemaslahatan rakyat.
Adapun jika petani mengalami kesulitan, negara akan memberikan bantuan yang biayanya berasal dari Baitul Mal. Hal ini sebagaimana pernah terjadi di masa Khalifah Umar Bin Khattab ra. Terjadi masa paceklik. Hasil sektor pertanian merosot karena kemarau sehingga penduduk kekurangan bahan pangan. Sang khalifah kemudian mengeluarkan harta Baitul Mal untuk membantu rakyatnya dengan mengirimkan bantuan kepada rakyat selama masa paceklik tersebut.
Karena itu, hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah yang mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Wallahu a’lam Bishawaab.
No comments: