Banjir Priduk China, Peran Pemerintah Mana?

 Banjir Produk China, Peran Pemerintah Mana?

Oleh

Nur Meli (Pegiat Literasi)


Produk China membanjiri pusat-pusat perbelanjaan di setiap sudut Tanah Air. Sementara industri tekstil dalam negeri ketar ketir makin menurun, banyak yang tutup, bahkan terjadi PHK besar-besaran. Mirisnya negara seolah tak berdaya dalam mengatasi kebangkrutan industri lokal, membuat industri tekstil lokal semakin merana. 


Dilansir dari tempo.co (18/7/2024), Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta mengatakan  saat ini tercatat 21 industri tekstil di Indonesia gulung tikar, sedangkan 31 pabrik tekstil terancam tutup dan dan 150 ribu pekerja terkena PHK.


Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan beberapa alasan penyebab industri tekstil nasional menurun. Kondisi tersebut dimulai ketika terjadi pandemi Covid-19 yang mendorong peningkatan inflasi di seluruh dunia sehingga membuat daya beli atau permintaan global menurun. Ketegangan geopolitik antara Ukraina dan Rusia pun  turut berkontribusi pada stagnasi pasar tekstil global. Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyebabkan biaya impor bahan baku menjadi lebih mahal. 


Pada tingkat mikro, Industri tekstil kesulitan meningkatkan teknologi karena keterbatasan biaya. Hal ini disebabkan karena perusahaan tekstil enggan melakukan pembaharuan mesin karena biaya yang tinggi, ditambah dengan kewajiban membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang signifikan. Jika perusahaan mencoba mengajukan pinjaman modal, mereka juga dihadapkan pada suku bunga yang tinggi. Faktor lainnya adalah masuknya barang impor murah, yang diperparah oleh penyelundupan barang ilegal dari luar negeri.


Sementara itu menurut laporan dari CNNindonesia.com (19/7/2024), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, berdasarkan data awal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data dari negara asal menunjukkan perbedaan yang signifikan. Data ekspor dari negara asal ke Indonesia jauh lebih besar daripada data impor yang tercatat oleh BPS, yang mengindikasikan bahwa banyak barang ilegal telah masuk ke Indonesia, dan ini telah berlangsung sejak 2004. 


 *Terus Terjadi di Sistem Rusak* 


Ironinya, ketimpangan data impor dan ekspor ini terus terjadi hingga tahun 2023 dengan jumlah yang tidak kalah besar. Berdasarkan data BPS, nilai impor pakaian dari China tercatat sebesar $118,8 juta atau sekitar Rp1,92 triliun. Namun, menurut data ITC, ekspor pakaian dari China ke Indonesia mencapai $269,5 juta atau Rp4,36 triliun. Ini berarti ada selisih sekitar US$150,7 juta atau Rp2,44 triliun dari barang-barang China yang masuk ke Indonesia, yang diduga kuat merupakan barang ilegal. Akibatnya, produk-produk China membanjiri pasar dalam negeri.


Dibentuknya Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) seharusnya menangani masalah impor produk dumping, tetapi efektivitas lembaga ini masih dipertanyakan. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tampaknya juga cenderung membiarkan situasi ini dengan menyatakan bahwa jika industri tekstil dan produk tekstil (TPT) runtuh, tidak ada yang boleh menyalahkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 8 tahun 2024. Permendag tersebut tetap mensyaratkan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai dokumen impor produk TPT yang sebelumnya diatur dalam Permendag nomor 36 tahun 2023 (liputan6.com, 20/6/2024).


Kebijakan yang dikeluarkan dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, industri tekstil dalam negeri saat ini diserbu oleh barang impor murah, terutama dari Cina, yang berdampak pada penurunan pesanan ke pabrik-pabrik tekstil lokal. Rencana pemerintah untuk mengenakan bea masuk sebesar 200 persen terhadap produk impor asal Cina juga diragukan efektivitasnya, karena barang impor yang masuk tidak hanya yang legal, tetapi juga yang ilegal. Oleh karena itu, solusi untuk masalah ini harus sistematis, tidak bisa hanya menyelesaikan satu sisi dan mengabaikan sisi lain.


 *Solusi Islam Lindungi Produk Masyarakat* 


Fakta tersebut menunjukkan bahwa Kapitalisme gagal menjaga daya beli, ekonomi warga, dan industri lokal. Ketika pemerintah membiarkan produk impor membanjir, terlihat jelas bahwa mereka lebih berpihak pada pengusaha impor disbanding pengusaha lokal (masyarakat). Seharusnya, negara melindungi rakyat dan memenuhi kebutuhan mereka. Namun, justru sebaliknya, pemerintah lebih mendukung kepentingan korporasi dengan menerapkan sistem ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. 


Jika Indonesia ingin mandiri dan maju, harus bisa melepaskan diri dari perdagangan bebas yang dianggap sebagai bentuk penjajahan modern. Solusi yang diperlukan bukan hanya teknis, tetapi juga perubahan mendasar dalam kebijakan, menuju visi negara mandiri dan maju seperti yang diharapkan rakyat. Jika yang diinginkan adalah negara yang mampu menyejahterakan setiap warganya dan membangun industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka negara dengan sistem yang ideal adalah Khilafah Islamiyah.


Untuk diketahui tujuan Khilafah adalah membawa kebaikan bagi seluruh dunia, dengan hukum yang berdasarkan wahyu Allah yang Maha Benar dan Maha Adil. Yang mana tugas utama negara adalah melayani rakyat, memenuhi kebutuhan mereka, dan membantu mereka menjalankan tugas sebagai manusia dan hamba Allah.


Khilafah sangat memperhatikan industri, karena banyak kebutuhan rakyat dan kekuatan negara bergantung padanya. Industri dalam Khilafah dibangun dengan fokus pada pertahanan negara. Khalifah (pemimpin negara) akan mendirikan berbagai industri, mulai dari pembuatan mesin, persenjataan, hingga pakaian dan makanan, sehingga memastikan negara menjadi mandiri dan mampu bersaing dengan negara lain. 


Industri tekstil merupakan salah satu contoh yang harus diperhatikan oleh Khalifah.  Mengingat negara berperan sebagai pengurus urusan rakyat dan akan berfungsi optimal dengan penerapan Islam secara menyeluruh, termasuk dalam ekonomi, industri, dan perdagangan.  Negara tidak akan menjadikan Industri local (UMKM) sebagai fondasi ekonomi, tetapi fokus pada industri strategis seperti alat berat dan bahan bakar, yang mana industri ini menyerap lebih banyak tenaga kerja. Kekayaan alam seperti tambang dan minyak bumi akan dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat.


Disisi lain, dalam perdagangan, hukum jual beli bergantung pada status kewarganegaraan pedagang. Warga negara Khilafah, baik muslim maupun non muslim, boleh berdagang di dalam dan luar negeri, asalkan mematuhi syariat Islam. Komoditas yang merugikan rakyat akan dilarang, dan negara kafir yang memberlakukan cukai akan dikenakan cukai yang sama oleh Khilafah.


Khilafah tidak akan membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka. Negara akan memberikan perlindungan dan dukungan, termasuk untuk industri tekstil, agar tetap tumbuh dan berkembang. Jika ada tanda-tanda penurunan, Khalifah akan segera bertindak untuk memberikan bantuan yang diperlukan. Wallahualam bissawab.




Banjir Priduk China, Peran Pemerintah Mana? Banjir Priduk China, Peran Pemerintah Mana? Reviewed by Penulis on August 21, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.