UKT Melonjak,Sistem Islam Pilihan Bijak

 UKT Melonjak, Sistem Islam Pilihan Bijak

Oleh

Arsanti R (Pegiat Literasi)


Besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal belakangan ini menjadi topik panas di masyarakat.  Mahasiswa ramai-ramai memprotes UKT di perguruan tinggi negeri (PTN) yang kian hari kian melejit. Mahasiswa Universitas Soedirman (Unsoed), misalnya, yang protes lantaran kenaikan uang kuliah mencapai hingga lima kali lipat.


Protes mengenai UKT mahal ini pun diperkeruh dengan respons dari pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).


Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan, kuliah atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier alias pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun (SD-SMA). 

 

Oleh sebab itu, pemerintah tidak memprioritaskan pendanaan bagi perguruan tinggi.  Karena ini tertiary education, maka konsekuensinya adalah bahwa pendanaan pemerintah untuk pendidikan hanya difokuskan, diprioritaskan, untuk pembiayaan wajib belajar," ujar Tjitjik.  (cnbcIndonesia.com/18/5/2024).

Teranyar, Kemendikbud Ristek membatalkan kenaikan UKT, setelah sebelumnya Mendikbud Ristek, Nadiem dipanggil Presiden Jokowi ke istana negara.  “Pembatalan kenaikan UKT, kenaikan IPI dan detail teknisnya akan disampaikan Dirjen Dikristek dalam Surat Dirjen, Prof Haris dan tim sudah menerima aspirasi berbagai pihak.  Surat Dirjen akan diterbitkan segera agar pemimpin PTN dapat mengimplementasikan kebijakan dengan lancar,” terang Nadiem.

Dijelaskannya pihaknya akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan PT untuk peningkatan UKT, tapi itu pun untuk tahun depan.  (detiknews.com/27/5/2024)

 *Komersialisasi Kampus* 

Sungguh menyedihkan, harapan dan mimpi mahasiswa harus tersandung UKT yang terus naik. Kampus yang seharusnya menjadi tempat terbuka bagi setiap warga negara mendapatkan hak mereka, yakni pendidikan, kini menjadi tempat yang hanya bisa dimasuki oleh kalangan tertentu tersebab tingginya UKT dan biaya lainnya. Akibat komersialisasi kampus yang makin menggila, mahasiswa tidak kuasa memenuhi pembiayaannya.


Ironisnya, naiknya biaya pendidikan tidak seiring dengan meningkatnya gaji/pendapatan sebagian besar orang tua. Data dari Kompas menyebutkan bahwa rata-rata kenaikan biaya pendidikan per tahunnya sekitar 15—20 persen, sedangkan peningkatan penghasilan masyarakat Indonesia hanya sekitar 5,3 persen.


Ini menyebabkan banyak orang tua tidak mampu menutupi biaya pendidikan tinggi sang anak. Sedangkan makin sulit mengakses pendidikan, makin menjauhkan Indonesia menjadi negara besar pada 2045. Harapan Indonesia Emas 2045 bisa tinggal harapan semata.


Menurut Deputi Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Agus Sartono, dari 3,7 juta pelajar lulusan SMA/SMK/MA, hanya 1,8 juta yang melanjutkan ke PTN/PTS. Ini karena biaya untuk mengenyam pendidikan di PTN tercatat mencapai Rp14,47 juta.


Komersialisasi kampus ini sejatinya adalah konsekuensi dari diterapkannya tata kelola perguruan tinggi dengan prinsip-prinsip liberalistis dan kapitalistis. Ditambah lagi terjadi disorientasi visi misi pendidikan tinggi, kian menambah PR untuk mengembalikan peran PT sebagai tempat melahirkan para ilmuwan.


 *Tata Kelola Pendidikan Tinggi dalam Sistem Islam (Khilafah)* 


Mengutip mediaumat[dot]id, Direktur IJM Agung Wisnuwardana menjelaskan mengenai tata kelola pendidikan tinggi dalam Khilafah. 


Pertama, pelayanan pendidikan steril dari unsur komersial. Negara wajib menjamin setiap individu warga negara untuk mendapatkan pendidikan gratis serta berkualitas. Ini karena Islam telah menjadikan menuntut ilmu sebagai kewajiban setiap muslim yang pemenuhannya dilakukan oleh negara.


Kedua, Khalifah bertanggung jawab penuh memberikan pelayanan dalam pendidikan. Negara tidak dibenarkan melakukan langkah politik yang mengakibatkan peran Khalifah tereduksi sebatas regulator belaka.


Ketiga, strategi pelayanan mengacu pada tiga aspek, yakni kesederhanaan aturan, kecepatan memberikan pelayanan, dan dilaksanakan oleh individu yang mampu dan profesional. Jika demikian, orang tua dan mahasiswa tidak akan diberatkan dengan dengan beban biaya pendidikan setinggi langit. Ini karena Islam mengambil prinsip pelayanan tidak akan mengomersialisasikan pendidikan.


Keempat, adanya anggaran negara untuk pendidikan. Khalifah memiliki anggaran yang memadai untuk pelayanan pendidikan gratis dan berkualitas bagi setiap warga negara. Jika kebutuhan masyarakat tidak dipenuhi, bisa mengakibatkan kemudaratan. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh membuat mudarat (bahaya) pada diri sendiri, tidak boleh pula membuat mudarat pada orang lain.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).


Kelima, amanah dalam mengelola keuangan. Dalam sebuah hadis dikatakan, ” … maka demi Allah, tidaklah salah seorang kalian mengambil darinya (hadiah) sesuatu pun tanpa hak melainkan ia akan datang dengan membawanya pada hari kiamat.” (HR Bukhari).


Khilafah menjamin seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun infrastruktur dan sarana prasarana pendidikan. Sejarah Islam mencatat, para khalifah menyediakan pendidikan gratis bagi masyarakat. Sejak abad IV, para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan melengkapinya dengan perpustakaan. Bahkan, setiap perguruan tinggi dilengkapi dengan “iwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Perguruan tinggi dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan. 


Namun, perlu diketahui, meski pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab negara, Islam tidak melarang inisiatif rakyatnya yang kaya untuk turut berperan dalam pendidikan. Melalui wakaf yang disyariatkan, sejarah mencatat banyak pula orang kaya yang membangun sekolah dan universitas. Hampir di setiap kota besar, seperti Damaskus, Baghdad, Kairo, Asfahan, dan sebagainya, terdapat lembaga pendidikan dan perpustakaan yang berasal dari wakaf. 


Hanya dalam sistem Khilafah masyarakat akan memperoleh pendidikan formal secara gratis dan berkualitas. Di sisi lain, para mahasiswa paham akan posisinya sebagai agen perubahan, membawa perubahan menuju Islam. 


Oleh karenanya, mahasiswa tidak boleh diam ketika ada kebijakan yang membuat masyarakat makin sulit, termasuk kebijakan menaikkan biaya UKT. Sudah semestinya mereka membantu orang tua untuk keluar dari masalah yang diciptakan sistem kapitalisme lewat komersialisasi kampus. Mereka juga harus menjadikan perjuangan menegakkan Khilafah sebagai agenda utama yang harus diupayakan oleh mahasiswa dan masyarakat.  Wallahu’alam bihowab.




UKT Melonjak,Sistem Islam Pilihan Bijak UKT Melonjak,Sistem Islam Pilihan Bijak Reviewed by Penulis on May 31, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.