Asusila Lagi di Sistem Kapitalis-Sekuler
Oleh
Renia Ningsih Razak (Pegiat Literasi)
Banyak diantara kita pasti sudah tidak asing lagi dengan fenomena yang sering terjadi yaitu tindakan asusila. Kita sering sekali mendengar atau bahkan melihat pelaku tindakan asusila baik itu di lingkungan internal atau eksternal keluarga. Hal ini sungguh sangat meresahkan dan membuat kita khawatir, mengingat pelaku tindakan tersebut berasal dari berbagai kalangan mulai dari dewasa, remaja, bahkan anak-anak kecil sekali pun telah menjadi korban atau pun pelaku.
Disisi lain, pemicu perbuatan tersebut pun sangat beragam, misalnya kurangnya edukasi, menonton video yang tidak sepantasnya, pergaulan bebas, pengaruh minuman keras serta berbagai faktor lainnya yang dapat menjadi pemicu perbuatan tindakan asusila tersebut. Tindakan ini dapat terjadi dimana saja baik itu dirumah, maupun di lingkungan publik seperti di sekolah dan di pasar. Padahal hal ini sungguh sangat merusak akhlak generasi penerus bangsa.
Dilansir dari www.cnnindonesia.com (17/5/2024), Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UNISA) Surabaya sedang mendalami beredarnya dua video asusila yang diduga dilakukan mahasiswa di lingkungan kampus. Investigasi mendalam pun dilakukan.
Video pertama diduga direkam di belakang gedung Fakultas Dakwah di kampus Unisa. Video yang berdurasi 18 detik ini menampilkan seorang mahasiswa yang mengelus bagian tubuh mahasiswi. Sedangkan, video kedua berdurasi 24 detik menampilkan sepasang mahasiswa sedang asyik berc****** diatas gedung saat malam hari. Di duga lokasi kejadian bertempat di Fakultas Saintek dan Fakultas Adab dan Humaniora (Fahum) kampus Unisa di Gunung Anyar.
*Akar Masalah*
Jika ditelisik, akar masalah kembali terjadinya tindakan asusila di lingkungan pendidikan, terjadi akibat penerapan sistem kapitalis-sekuler. Yang mana pada sistem ini agama dipisahkan dari kehidupan, dan standar kehidupan manusia adalah materi. Karena itu menjadi pelajaran penting bagi kaum muslim untuk memberikan pendidikan dan pemahamam kepada generasi penerus bangsa, agar terhindar dari tindakan asusila yang dapat merusak harkat dan martabat mereka.
Pada sistem kapitalis-sekuler, kebebasan dan hak asasi manusia (HAM) sangat dijunjung tinggi sehingga masyarakat bebas bergaul tanpa melihat batasan pergaulan yang dapat menyebabkan terjadinya zina. Termasuk terjadinya perbuatan asusila atas nama suka sama suka, yang menurut mereka wajar dilakukan dengan catatan tidak mengganggu urusan orang lain. Lagi pula hal tersebut termasuk hak asasi seseorang.
Sungguh miris, jika hal ini terus terjadi, jangan heran jika Allah swt akan menurunkan azabnya kepada umat manusia.
*Pandangan Islam*
Di dalam Islam, menanamkan pemahaman akidah islam secara kokoh dan kontinyu harus dilakukan orang tua kepada anaknya sejak dini. Disisi lain, sebagai mukmin, seseorang harus terus mempelajari aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh syariat.
Islam telah mengajarkan kepada seluruh umatnya, tentang pergaulan antara perempuan dan laki-laki harus adanya batasan, misalnya bagi perempuan wajib menutup aurat sesuai syariat islam, menghindari tontonan yang berbau pornografi, serta melarang melakukan perbuatan yang mendekati zina. Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S Al-Isra ayat 23 :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا (٣٢)
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”.
Pada Sistem islam, hukuman yang diberikan kepada pelaku asusila adalah hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum menikah) dan rajam (bagi yang telah menikah). Sungguh sangat berefek jera, kalau hukuman tersebut diterapkan di sistem kapaitalis-sekuler sekarang. Tentunya tidak akan ada yang berani melakukan perbuatan asusila tersebut.
Pemahaman akidah ini harus terus dilakukan secara kontinyu (berkelanjutan) untuk memberikan perlindungan terhadap generasi penerus bangsa sesuai dengan syariat Islam. Semoga saja sistem Islam kembali tegak, sehingga tidak akan ada lagi tindakan asusila dan masyarakat hidup dalam keberkahan. Wallahu’alam bishowab.
No comments: