Oleh: Ummu Abiyyu
(Pemerhati Sosial)
PIKIRAN RAKYAT - Kasus Demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024 terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Laporan kasus tersebut berdasarkan data dari beberapa rumah sakit di Kabupaten Cianjur. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur dr Yusman Faizal mengatakan bahwa kasus DBD pada Januari 2024 mengalami peningkatan yang signifikan. "Dalam sebulan terdapat 219 kasus yang diperoleh oleh Dinkes Cianjur, dari jumlah tersebut dua anak dengan rentang usia 6 sampai 14 tahun meninggal," kata Yusman saat ditemui pada Kamis 1 Februari 2024. Yusman menuturkan peningkatan kasus disebabkan oleh musim hujan, yang menyebabkan banyak genangan air. Pasien yang terjangkit juga pada usia produktif. "Jadi kan sekarang musim hujan, banyak genangan-genangan air, maka dari itu pecegahan terus dilakukan dengan melakukan fogging," katanya.
Daerah yang rawan terserang DBD Ia mengatakan bahwa di Kabupaten Cianjur terdapat wilayah yang rawan terserang DBD, yakni daerah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti Kecamatan Cianjur, Cilaku, dan Karangtengah. "Daerah tersebut merupakan data yang kami kumpulkan dari rumah sakit. Karena kalau puskesmas itu belum bisa mengidentifikasi dan mendiagnosis apakah demam tersebut adalah DBD atau bukan. Kalau jumlah pasien DBD yang masih menjalani perawatan itu datanya ada di masing-masing rumah sakit," ucapnya. Laporan pasien DBD paling banyak saat ini ada di RSUD Sayang Cianjur dengan jumlah kurang lebih 30 pasien. "Masih ada yang dirawat di rumah sakit," katanya. Untuk itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur mengimbau, agar masyarakat waspada, serta melakukan pemberantasan nyamuk secara mandiri dengan menutup saluran air, menguras genangan air. Agar bisa membunuh jentik nyamuk. "Apabila warga memang membutuhkan fogging, secara bertahap akan kita penuhi tapi kita akan buat skala prioritas dulu di lokasi dengan kasus DBD terbanyak," katanya.
Terlepas dari itu, Dinas Kesehatan mengalami kendala untuk melakukan fogging karena keterbatasan pembiayaan alat, dan SDM. Kasus DBD terus berulang dan berulang setiap tahunya seakan tidak ada penyelesaian tuntas dalam menangani kasus DBD ini bahkan hampir setiap tahun jumlah kasus DBD semakin bertambah dilihat dari Data Kemenkes RI hingga pekan ke-52 2023 telah mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Pada 2024, angkanya diprediksi akan makin tinggi. Oleh karena itu, DBD harus menjadi perhatian bersama.Masih data dari Kemenkes, total kasus DBD meningkat dari 73.518 orang pada 2021 menjadi 131.265 kasus pada 2022. Kematian juga meningkat dari 705 pada 2021 menjadi 1.183 orang pada 2022. Mirisnya, 73% dari 1.183 kematian akibat DBD adalah anak-anak berusia 0—14 tahun. (Kompas, 3-2-2024).
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti dengan melakukan PSN 3M, yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menguras tempat penampungan air, Menutup tempat penampungan air dan Mendaur ulang barang yang memiliki potensi untuk dijadikan sarang nyamuk Aedes aegypti.
Walhasil, perilaku hidup suatu masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungannya menjadi faktor pemicu yang signifikan dalam terciptanya wabah DBD. Kesadaran akan adanya pencegahan harus dipahami sejak dini agar terwujud sistem kehidupan yang bersih dan sehat. Semua ini harus dilakukan terpadu oleh keluarga, masyarakat, dan negara.
Upaya-upaya tersebut telah dilakukan oleh Pemerintah dari tahun ke tahun tapi tidak membuahkan hasil yang memuaskan bahkan penderita DBD setiap tahun semakin bertambah. Seharusnya pemerintah melihat apa penyebab yang fital yang menyebabkan semakin tingginya angka penderita DBD,yang paling penting adalah negara memfasilitasi rakyatnya lingkungan yang bersih dan sehat serta menyedikan rumah layak huni. Berikutnya asupan gizi yang bisa menambah imunitas tubuh dan jaminan kesehatan yang di peroleh dengan gratis.hal iniulah yang luput dari pemerintah sehingga penderita DBD setiap tahun semakin meningkat.
Bagaimana dengan Islam
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin telah memiliki sejumlah mekanisme yang komprehensif untuk bisa mengatasi wabah. Pertama, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan rakyatnya. Semua kebutuhan pokok, dari mulai sandang, pangan, papan, termasuk kesehatan, keamanan, dan pendidikan, akan bisa diakses oleh seluruh rakyatnya. Misalnya, pembangunan perumahan wajib dikelola negara, adapun pelibatan swasta boleh saja hanya sifatnya membantu sehingga orientasi pembangunan adalah terpenuhinya kebutuhan papan warga, bukan bisnis.
Kekuatan baitulmal negara juga akan mampu membangun perumahan layak huni bagi seluruh rakyatnya.Begitu pun kebutuhan asupan bergizi, negara akan menjamin semua laki-laki pencari nafkah mendapatkan pekerjaan. Jika ada kepala rumah tangga yang tidak bisa mencari nafkah karena sakit atau cacat dan tidak ada kerabatnya yang bisa membantu, maka negara bisa turun untuk menyantuni keluarga tersebut.Begitu pun sistem kesehatan yang dipegang langsung oleh negara, menjadikan akses kesehatan dapat dirasakan oleh semua warga. Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan tersebar merata di seluruh wilayah. Alhasil, penanganan pasien yang terkena DBD, misalnya, akan dengan mudah dan cepat tertangani.
Oleh karena itu, jika kebijakan berfokus pada kemaslahatan umat, kebutuhan pokok rakyat akan terpenuhi, termasuk kesehatan. Ditambah dengan edukasi bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari perintah Allah Taala. Atas dorongan takwa, rakyat dengan ringan menjaga lingkungannya agar tetap bersih dan sehat. Inilah jaminan Islam untuk memberantas wabah dengan tuntas. Wallahu’alam bis shawab
No comments: