Oleh: Aulia Manda, S.Pd
(Aktivis Dakwah)
Setahun terakhir harga beras terus mengalami kenaikan tinggi, bahkan kenaikan harga beras di tahun 2023 nyaris 20% dibandingkan dengan harga sebelumnya. Lantas, apakah harga beras bisa kembali turun hingga ke level Rp10.000 per kg atau Rp 11.000 per kg untuk beras medium?
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) menilai, jika harga beras kembali turun ke level Rp10.000 per kg untuk beras medium, maka petani akan menangis, karena otomatis harga gabah akan tertekan ke bawah lagi. Menurutnya, dengan harga beras yang ada saat ini petani sedang berbahagia, karena setidaknya para petani bisa bernafas sejenak dengan harga gabah yang tidak ditekan murah. (cnbc Indonesia, 5/01/2024).
Ketua KPPU melakukan sidak bersama dengan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Kepala Kantor Wilayah III pada Minggu (11/2). Dari sidak di Pasar Cihapit, KPPU menemukan kenaikan harga komoditas beras premium secara rata-rata sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Padahal HET beras premium sebesar Rp 13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas). "Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp 10.900/kg menjadi Rp 14.000/kg. Cabai merah keriting terpantau mengalami kenaikan yang sangat signifikan jelang ramadan," kata Fanshurullah dalam keterangan resmi. (Katadata, 11/02/2024)
Terlepas dari mahalnya harga beras di Indonesia melambung tinggi yang menyusahkan setiap orang. Karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat.
Salah satu faktor penyebabnya adalah rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha, termasuk adanya larangan bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen.
Fakta di Indonesia menunjukkan bahwa tidak pernah harga beras stabil malah cenderung semakin meningkat dan hal ini sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat bahkan masyarakat awam pun tahu kalau kenaikan tiap rupiahnya terus bertambah mahal. Dari sini bisa kita lihat, pengusaha distribusi beras oleh pengusaha ini memungkinkan terjadinya permainan harga, penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha, yang tentu merugikan petani.
Dengan kejadian ini menjadikan was-was bagi mereka yang penghasilannya recehan terutama pekerja-pekerja serabutan ditambah bagi orang-orang yang pengangguran akibat PHK. Tiap harinya malah meresahkan dengan naiknya beras salah satu sumber makanan pokok masyarakat. Tak hanya beras yang naik melainkan bahan pangan yang lainpun naik, seperti gula, cabai, dan lain-lain. Ditambah juga naiknya kebutuhan hidup seperti air, listrik, BBM dan lain-lain. Semuanya cukup mencekik bagi rakyat dan malapetaka buat mereka yang penghasilan yang tak seberapa.
Walhasil menjadikan masyarakat semakin meningkat data kemiskinan. Pada akhirnya karna dengan mahalnya semua bahan pangan membuat para ibu-ibu lebih memilih membeli beras saja tanpa membeli protein, lemak, buah-buahan sebagai tambahan asupan gizi tubuhnya, yang itu membuat nutrisi keluarga tidak terpenuhi dan mengalami banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan tubuhnya. Semua ini karna kurangnya gizi akibat akses pangan yang tidak lancar.
Jika ditelusuri lebih mendalam, problem naiknya harga beras sebagai salah satu bahan pokok masyarakat dan daya beli masyarakat semakin menurun itu tak terlepas dari akumulasi kebijakan pemerintah yang di anggap tidak pro rakyat. Kebijakan seperti itu tidak bisa pula dilepaskan dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang telah menjadi pakem melahirkan seluruh kebijakan.
Kebijakan intensifikasi pertanian, misalnya, malah semakin membuat lesu produktivitas pertanian. Pengurangan subsidi pada pupuk, benih, dan saprodi jelas membuat ongkos produksi jadi makin mahal. Pada saat yang sama juga, malah kebijakan impor pangan malah dibuka selebar-lebarnya. Sehingga membuat harga pangan lokal terkalahkan dengan harga pangan impor.
Jika sudah demikian, gairah petani untuk menanam pun semakin menurun dan tak bergairah lagi. Maka terjadilah penurunan produksi yang menyebabkan ketersediaan pangan turut belakang. Dan hal ini menjadi sebuah ancaman bagi kedaulatan pangan.
Maka tak heran jikalau seperti itu karna tak pernah lepasnya dari sistem kapitalisme saat ini, karna seluruh kebijakan yang berlandaskan sistem ekonomi kapitalisme ini didukung oleh sistem pemerintahan demokrasi yang terbukti kegagalannya yang malah banyak mencetak para orang-orang penguasa rasa pengusaha yang mendatangkan penderitaan pada rakyat.
Padahal dalam Islam jelas mengatur dalam sistem ekonomi terutama pemenuhan kebutuhan pokok menjadi kewajiban negara individu per individu bukan untuk membuat rakyat menderita. Bahkan negara juga memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani.
Negara betul-betul memperhatikan setiap rakyatnya dan menelaah adanya kebutuhan bantuan dari negara karena perannya adalah sebagai pelindung semua rakyatnya. Islam juga mengatur perdagangan negeri termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Islam juga melarang adanya praktek monopoli dan menimbun berkomoditasras dan lainnya.
Sistem ekonomi Islam yang berlandaskan hukum syara' dimana seluruh kebijakan berfokus pada kemaslahatan ummat bukan pada faktor karna kebijakan pemerintah maupun faktor yang lain. Dalam Islam ada 2 kebijakan untuk memenuhi kebutuhan pangan ummat.
Pertama, kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan, yaitu intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Subsidi bukanlah beban, melainkan satu cara untuk meningkatkan produktivitas yang akan menjaga ketersediaan yang akan menjaga ketersediaan. Begitupun ekstensifikasi, pemerintah akan hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Pemerintah betul-betul menjaga agar alih fungsi lahan benar-benar dilakukan untuk kemaslahatan rakyat.
Kedua, harga bukan satu-satunya hal dalam pendistribusian harta. Negara akan bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat, termasuk pangan. Contohnya, negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan tanah mati dan pemagaran apabila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Kebijakan yang seperti itu bisa terwujud jika negara memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan hidup rakyat.
Kebijakan yang berfokus pada rakyat tidak akan kita dapatkan dalam sistem kapitalisme sekulerisme yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis. Sehingga kita butuh perubahan yang mendasar perubahan sistemik dalam pengelolaan Pangan. Dan pengelolaan sistemik itu kita akan bisa dapatkan dalam sistem Islam yang menerapkan seluruh aturan berlandaskan syari'at Islam dalam semua aspek kehidupan.
Dengan demikian dapat dibuktikan dengan peradaban yang agung mampu mensejahterakan ummat dengan sebaik-baik pengurusan yang tercatat dalam sejarah gemilang diterapkannya sistem islam.
Wallahu 'alam bish-showab
No comments: