Oleh : Risnawati (Pegiat Literasi)
Wabah penyakit DBD kembali menghantui masyarakat, karena kasusnya yang tertinggi di Indonesia.
Seperti dilansir dalam Jakarta, Kompas — Kementerian Kesehatan melaporkan 73 persen dari 1.183 kematian akibat demam berdarah dengue pada tahun 2022 adalah anak-anak berusia 0-14 tahun. Karena itu, berbagai inovasi sebagai upaya pencegahan penularan diperlukan untuk menekan angka infeksi penyakit tersebut. Total angka kasus DBD di Indonesia meningkat dari 73.518 orang pada 2021 menjadi 131.265 kasus pada 2022. Sementara untuk jumlah kematian juga meningkat dari 705 orang pada 2021 menjadi 1.183 orang pada 2022. Jumlah kasus baru ataupun kematian tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Barat. Kasus infeksi DBD di Jawa Barat sebesar 33.400 orang dengan kematian mencapai 285 orang, disusul Jawa Timur sebesar 12.123 orang dengan kematian 132 orang. Sementara angka kasus DBD di Jawa Tengah sebesar 12.047 orang dengan angka kematian 249 korban jiwa. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, semakin sering seseorang terinfeksi DBD maka kian tinggi risiko kematiannya. Penularan dan infeksi DBD ini sering kali terjadi pada kawasan urban dengan jumlah penduduk yang tinggi.
”Hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus DBD ini ada siklusnya. Siklus 5-6 tahunan ini dipengaruhi oleh El Nino dan La Nina yang terjadi di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi media bertema ”Membuka Jalan Menuju Pencegahan Inovatif terhadap DBD”, di Jakarta, Minggu (5/2/2023).
Telaah Akar Masalah
DBD adalah penyakit yang dapat dicegah dengan beberapa Langkah yang harus dilakukan secara terpadu oleh berbagai pihak termasuk Masyarakat. Kesadaran Masyarakat akan Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN ). Selain itu, perilaku hidup suatu masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungannya menjadi faktor pemicu yang signifikan dalam terciptanya wabah DBD. Kesadaran akan adanya pencegahan harus dipahami sejak dini agar terwujud sistem kehidupan yang bersih dan sehat. Semua ini harus dilakukan terpadu oleh keluarga, masyarakat, dan negara.
Namun demikian, DBD adalah penyakit yang dapat dicegah. Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M, yaitu Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan Menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air dan Mendaur ulang barang yang memiliki potensi untuk dijadikan sarang nyamuk Aedes aegypti.
Sehingga, penanganan DBD tidak cukup hanya dengan melakukan penyuluhan, melainkan juga membutuhkan kekuatan ekonomi. Bagaimana rakyat bisa hidup sehat, hidup layak, menjaga lingkungannya dan asupan makanannya, jika ekonomi mereka lemah. Jangankan membersihkan genangan air, akses terhadap air bersih saja kesulitan. Oleh karena itu, akar persoalan wabah DBD tidak bisa dilepaskan dari penetapan kebijakan yang kapitalistik. Kebijakan ekonomi yang kapitalistik menjadikan rakyat sulit mendapatkan seluruh kebutuhan dasarnya, termasuk rumah layak huni, jaminan kesehatan yang baik, serta asupan gizi yang tersedia. Ini karena negara tak berfokus mengurusi kebutuhan mendasar umat. Berbeda dengan Islam sebagai aturan yang lengkap dalam menyelesaikan kasus wabah DBD ini hingga ke akarnya.
Islam Punya Solusi
Islam sebagai agama telah memiliki sejumlah mekanisme yang komprehensif untuk bisa mengatasi wabah. Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling sempurna dan dimuliakan lebih daripada mahluk lain, serta berbagai nikmat yang paling tinggi sesudah iman dan Islam adalah kesehatan.
Disisi lain, Islam menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap seluruh kebutuhan rakyatnya. Semua kebutuhan pokok, dari mulai sandang, pangan, papan, termasuk kesehatan, keamanan, dan pendidikan, akan bisa diakses oleh seluruh rakyatnya. Maka, jika kebijakan berfokus pada kemaslahatan umat, kebutuhan pokok rakyat akan terpenuhi, termasuk kesehatan. Ditambah dengan edukasi bahwa menjaga kesehatan adalah bagian dari perintah Allah SWT. Selain itu, Negara akan mengoptimalkan edukasi pada masyarakat tentang PHBS dan Upaya pencegahan penularan DBD.
Pada saat yang sama, juga dibutuhkan Kesiapan RS untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap. Negara akan mefasilitasi kebutuhan tersebut, karena kebutuhan akan layanan kesehatan bersifat mutlak. Maka, Negara menyiapkan mekanisme akses RS dengan cara yang kuat dan tepat dan gratis. Negara juga menyiapkan upaya pencegahan dengan teknologi unggul dan merata disemua wilayah.
Sungguh, kesehatan adalah kebutuhan paling mendasar bagi masyaraka. Semestinya, penjagaan kesehatan masyarakat menjadi fokus utama sebuah negara karena kesehatan terkait erat dengan kualitas generasi/warga negara. Tidak hanya pada aspek kuratif, tetapi juga preventif. Dengan demikian, Negara wajib memegang kendali penuh seluruh penanganan masalah kesehatan. Negara tidak boleh kalah dengan perusahaan swasta, khususnya yang bergerak di bidang kesehatan.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (QS.Al-Anfal : 24) Rasulullah Saw bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR.Muslim dan Ahmad).
Sudah semestinya penguasa memberikan hal-hal yang memang menjadi hak warganya, apalagi jika itu menyangkut hajat hidup rakyat berupa jaminan kesehatan yang jelas terkait erat dengan hak hidup, bukan malah mengeksploitasi dan meliberalisasinya.
Walhasil, atas dorongan takwa, rakyat dengan ringan menjaga lingkungannya agar tetap bersih dan sehat. Inilah jaminan Islam untuk menyelesaikan wabah dengan tuntas. Wallahu a’lam.
No comments: