Bayar UKT Pakai Pinjol, Solusi atau Masalah Baru?



Oleh: Lia (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Buton) 

Dunia pendidikan ramai diperbincangkan. Salah satu kampus terbesar negeri ini menggandeng platform pinjaman online. Tujuannya, menawarkan cicilan pembayaran uang kuliah bagi mahasiswa yang mengalami kesulitan pembayaran uang kuliah beserta bunganya.

Merespons hal itu, sejumlah mahasiswa ITB mengadakan aksi unjuk rasa di depan kantor Rektor ITB pada hari Senin, 29 Januari 2024 guna menolak kebijakan rektorat tentang skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online.

Sebelumnya, diketahui pihak kampus ITB bekerja sama dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) fintech bidang pembiayaan pendidikan danacita sejak bulan Agustus 2023. Pembayaran UKT di ITB pun, selain bisa melalui beragam bank, virtual account, kartu kredit master/visa juga bisa melalui system financial technology LKBB melalui fasilitas cicilan bagi mahasiswa yang tidak mampu membayar secara langsung biaya kuliahnya. Cicilan tersebut sama halnya dengan pinjol, meskipun legal. Karena, ada pembayaran bunga atas cicilan tersebut.

Kebijakan dari pihak tersebut telah menuai protes dari berbagai kalangan. Bahkan, terdapat protes dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan alasan tidak mau mahasiswa terlilit pinjol karena nanti efeknya bisa membuat kuliahnya gagal di tengah jalan (Tempo, 6/2/2024).

Kekhawatiran KPPU beralasan karena alokasi suku bunga platform keuangan digital sebesar 0,3 persen per hari. Meski sudah sesuai Standar SE OJK Nomor 19 Tahun 2023, namun dari aturan tersebut bisa dihitung besaran bunga nominal bulanannya sebesar 9 persen, dan jika dilanjutkan bisa lebih dari 100 persen per tahun. Sungguh luar biasa.

Inilah sebabnya mengapa sebagian orang yang peduli terhadap pendidikan generasi merasa meradang. Menurut mereka, Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 Tahun 2012 dilanggar. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan daerah dan/atau perguruan tinggi wajib memenuhi hak mahasiswa kurang mampu. Hal ini dapat dilakukan dengan menawarkan pinjaman tanpa bunga yang harus dilunasi setelah lulus atau bekerja. Meskipun menuai protes dari sebagian kalangan, pihak rektorat tidak mengabulkan tuntutan tersebut.

Bahkan, mereka meminta pendapat mahasiswa mengenai kebijakan di atas, termasuk pemberian pinjaman berbunga, yang berarti mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT harus bersiap mengambil cuti. Pendidikan merupakan isu utama yang mempunyai dampak besar bagi masa depan negara. Saat ini, mendapatkan perguruan tinggi berkualitas dengan harga terjangkau, seperti kata mereka, seperti kehilangan bulan.

Terkait pencantuman pengesahan bidang pendidikan dalam RUU omnibus penciptaan lapangan kerja, pendidikan tetap menjadi komoditas yang diperdagangkan meski masuk dalam kategori usaha jasa. Memang aneh, pendidikan yang menjadi kekayaan negara di masa depan terancam menerima manfaat sesaat. Tak heran bila suatu negara menerapkan sistem kapitalis dengan gagasan turunannya sendiri yaitu neoliberalisme.

Neoliberalisme memandang pelayanan publik yang diberikan negara menggunakan prinsip untung dan rugi baik bagi pemimpin dunia usaha maupun negara. Dalam hal pemberian subsidi pelayanan publik, hal ini dinilai hanya menimbulkan pemborosan dan inefisiensi. Wajar jika segala sesuatu menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 

Kondisi di atas sungguh memprihatinkan karena kebijakan kapitalis membatasi hak atas pendidikan tinggi. Kampus negeri seenaknya mematok biaya UKT yang mahal. Kemudian, ketika pihak kampus tidak berdaya menghadapi mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT, alih-alih memberikan solusi untuk meringankannya, mahasiswa malah diarahkan untuk mengajukan pinjaman yang sangat memberatkan.

Ini bukti negara mengabaikan hak atas pendidikan. Bermula dari keluarnya negara, lalu mendorong PTN ke PTN-BH. Perguruan tinggi bersifat mandiri dalam pengelolaan keuangan, hal ini berdampak pada tingginya biaya kuliah. Hibah dan keringanan biaya sekolah tidak menjangkau semua siswa. Seharusnya negara dibutuhkan untuk membantu mereka yang membutuhkan, bukan memberikannya kepada lembaga keuangan swasta yang mutlak mengharapkan keuntungan. Sangat mustahil mengharapkan akses mudah terhadap pendidikan dalam sistem kapitalisme neoliberal. 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, pendidikan menjadi tanggung jawab negara bersama dengan kebutuhan dasar lainnya yaitu perumahan, sandang dan pangan, serta kesehatan dan keselamatan. Oleh karena itu, kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas harus dijamin secara cuma-cuma sebagai hak masyarakat terhadap negara. Rasulullah Saw. bersabda: “Imam itu ibarat seorang penggembala dan dia bertanggung jawab terhadap penggembalanya.” (HR Muslim)

Dalam sira Nabawi dikatakan bahwa ketika beberapa tawanan Perang Badar tidak mampu membayar pembebasan mereka, Rasulullah. diminta untuk mengajar membaca dan menulis kepada sepuluh anak Madinah. Sebagai imbalannya, mereka juga dibebaskan dari status tawanan perang.

Sejarah juga mencerminkan kebijakan para khalifah yang memberikan pendidikan gratis kepada rakyatnya. Terbukti sejak abad ke 4 para khalifah membangun beberapa perguruan tinggi dengan sarana dan prasarananya. Universitas memiliki auditorium, asrama mahasiswa, asrama dosen dan peneliti, taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan.Adapun pendanaannya berasal dari Baitul Mali yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah) dan usyur (beban atas harta benda non syariah yang melintasi batas negara). 

Dengan demikian, negara tidak kekurangan uang dan tidak membiarkan lembaga pendidikan kesulitan mencari biaya. (Zallum, Al-Amwal fi Dawlah Khilafah, 1983).Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali menerapkan syariat Islam yang kafah pada negara Islam sebagai suatu sistem yang saling bersinergi untuk mewujudkan generasi yang sejahtera, cerdas, cerdas dan tangguh seperti generasi sebelumnya yaitu Ibnu Sina. , Al Jabbar, Al Khawarizmy, dll. Wallahu'alam

Bayar UKT Pakai Pinjol, Solusi atau Masalah Baru? Bayar UKT Pakai Pinjol, Solusi atau Masalah Baru? Reviewed by Admin on February 14, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.