(Pegiat Opini)
Indonesia menggelar pesta demokrasi alias pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 ini. Para kontestan caleg dan tim sukses berambisi untuk merebut suara rakyat dengan berbagai cara dan jumlah dana yang berbeda-beda. Tentunya, dalam ajang ini akan ada yang mengalami kegagalan bahkan kemungkinan gangguan kejiwaan.
RSJ Bersiap Tampung Caleg Gagal
Sepekan menjelang Pemilu 2024 Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kalawa Atei Kalimantan Tengah sudah bersiap. Kepala Bidang Pelayan Medik dan Keperawatan dr Putu Tengku Rahmawan mengatakan, telah menyiapkan tiga ruangan khusus, yang terdiri dari 64 tempat tidur untuk melayani apabila ada dari peserta atau tim sukses yang mengalami gangguan kejiwaan karena gagal dalam pemilu (beritasatu.com,7/2/2024)
Masih dikabarkan oleh media beritasatu.com (10/2/2024) Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Islam Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur juga sudah siap menampung para calon anggota legislatif (caleg) depresi.Direktur Utama RSJ Islam Klender, Prasila Darwin, menjelaskan, telah menyiapkan sebanyak delapan kamar untuk para caleg depresi apabila perlu mendapatkan perawatan hingga harus dirawat inap nantinya.
Fenomena Caleg Depresi
Kemungkinan munculnya caleg stres pasca-Pemilu 2024 memang harus diantisipasi pemerintah. Sejak 2009 lalu, saat pertama kalinya Indonesia menggelar pemilihan calon anggota legislatif secara langsung, muncul pula fenomena caleg stres.
Pasalnya, mekanisme pemilihan langsung membuat kompetisi antarcaleg lebih terbuka. Mereka harus berlomba-lomba menggaet hati pemilih. Tak hanya bertarung dengan caleg dari partai lain, persaingan antarcaleg separtai pun tak terelakan. Para caleg harus mengeluarkan modal besar di tengah politik berbiaya tinggi tanpa jaminan akan terpilih.
Saat pemilu 2009, 7 ribuan caleg stres karena gagal lolos. Pada pemilu 2014 tak ada data jumlah caleg stres yang bisa dirujuk, tetapi dari sejumlah pemberitaan tercatat fenomena yang sama terulang. Dari data Kemenkes di Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa bahwa data Caleg yang masuk di Rumah Sakit Jiwa pada Pemilu 2019 terjadi lonjakan peningkatan signifikan dibanding Pemilu 2014.
Begitulah Demokrasi
Bukan rahasia umum lagi, banyak Caleg menggelontorkan dana besar untuk bisa menjadi Anggota legislatif ataupun pemimpin daerah.Untuk bisa mendapatkan jabatan caleg, mayoritas banyak yang menggunakan segala cara dari bujuk rayu, visi misi, uang hingga fasilitas hidup. Bahkan diantaranya akan dijanjikan untuk mendapatkan jabatan.
Pemicu para caleg gagal stres selain telah mengeluarkan dana yang besar,kelelahan fisik dan mental, hingga tekanan lingkungan juga menjadi bagian pemicunya. Harapan tak sesuai ekspetasi sehingga membuat depresi. Belum lagi individu yang sekuler namun haus akan jabatan yang tidak kesampaian.
Bahkan, apabila Calon legislatif terpilih, hal pertama yang mereka pikirkan adalah bagaimana caranya supaya bisa “Balik Modal” atas uang yang telah dikeluarkan. Inilah fakta sistem demokrasi. Jabatan diperebutkan. Seakan lupa bahwa berat pertanggungjawabannya.
Kekuasaan dalam Islam
Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Taala. Oleh karenanya, siapa saja yang ingin mencalonkan dirinya memegang jabatan, ia harus benar-benar yakin dirinya akan bisa amanah dalam menjalankannya. Ini karena bagi pemimpin yang tidak amanah, balasannya adalah neraka.
Maka para sahabat ketika diberi amanah jabatan atau ditawarkan jabatan, mereka tidak berbahagia. Sebab,sadar yang akan cari bukanmateri tapi bagaimana jabatannya diridhoi Allah.
“Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim).
Namun, jika jabatan tersebut adalah membuat aturan yang tidak sesuai dengan aturan Allah maka tentu saja akan sangat besar mudharat yang dihasilkan dan berat sekali pertanggungjawabannya kelak di akhirat.
Wallahu a'lam
No comments: