Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi



Oleh: Apriani

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan sederet bantuan sosial (bansos) sejak akhir tahun kemarin. Mulai dari bantuan pangan beras 10 kilogram (kg), BLT El Nino Rp 200 ribu per bulan, hingga yang terbaru BLT mitigasi risiko pangan Rp 200 ribu per bulan.

Alasan utama presiden Joko Widodo meberikan sederet bantuan sosial yaitu untuk memperkuat daya beli masyarakat, terkhusus bagi kelas bawah. Kenaikan harga pangan diakui oleh Jokowi karena persoalan ini terjadi dibeberapa negara bukan hanya di indonesia. Maka dari itu penguatan daya beli ini perlu dilakukan, ditengah kenaikan harga pangan yang terus melonjak.

"Pertama ya kita tahu ada kenaikan harga beras di seluruh negara bukan hanya Indonesia saja. Kedua kita ingin perkuat daya beli rakyat, yang di bawah," papar Jokowi usai menghadiri kongres XVI Gerakan Pemuda (GP) Ansor, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024).

Dilansir dari Databoks dana bansos terlihat meningkat sejak 2019 yang sudah melebihi Rp100 triliun. Angkanya kemudian meroket pada 2020 atau saat Covid-19 mewabah, sebesar Rp202,5 triliun. Pada 2023, outlook realisasi bansos mencapai Rp146,5 triliun. Sementara alokasinya pada 2024 dinaikkan, menjadi Rp157,3 triliun.

Dilihat dari lonjakan angka anggran dana bansos tahun 2024, menimbulkan persepsi pada beberapa pihak yang menganggap bahwa jokowi telah melakukan politisasi bansos. Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri yang tergabung dalam tim kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dinilai kian masif menggunakan program bantuan sosial sebagai alat kampanye pendongkrak suara,  Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah memberi imbauan agar kepala negara tidak keluar jalur, namun imbuan tersebut dinali kurang tegas (dikutip dari bbc.com, 30/01/2024).

sungguh miris, Kekuasaan menjadi tujuan yang akan diperjuangkan dengan segala macam cara.  Oleh karena itu setiap peluang akan dimanfaatkan. Hal itu wajar karena sistem demokrasi meniscayakan kebebasan perilaku.  Apalagi sistem ini jelas mengabaikan aturan agama dalam kehidupan.

Di sisi lain, dengan kesadaran politik yang rendah , rendahnya Pendidikan dan kemiskinan yang menimpa, masyarakat akan berpikir pragmatis, sehingga mudah dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Apalagi jika bansos digunakan oleh penguasa untuk memikat hati masyarakat agar memilih pasangan calon yang mereka dukung. Hal ini tentu sudah keluar dari tujuan bansos itu sendiri bahkan penguasa sudah melakukan politisasi bansos.

Kemiskinan menjadi problem kronis negara. Negara seharusnya mengentaskan kemiskinan dengan cara komprehensif dan dari akar persoalan,  bukan hanya sekedar dengan bansos berulang, apalagi meningkat saat menjelang pemilu. 

Masyarakat telah dirasuki minsed kapitalis liberal ini menilai segala aktivitas berdasar pada kepentingan dan keuntungan materi semata. Hal ini membuat celah dan peluang terjadinya praktik "suap menyuap" yang telah menjadi habit menjelang pemilu.

Jika ditelisik lebih jauh, bansos yang di salurkan oleh pemerintah tidak tepat sasaran. Bagaimana tidak, bansos dijadikan sebagai alat kampanye untuk memikat hati masyarakat. Jika setelah mereka memang bantuan berkurang dan kebijakan tidak lagi memihak rakyat tetapi berpihak pada korporat. Karena untuk meraih kursi dan mengambil hati rakyat, mereka membutuhkan dana dari para korporat.

Islam jelas mengharamkan suap. Rasulullah SAW bersabda, "Allah melaknat orang yang menyuap, orang yang menerima suap, dan orang yang menjadi perantara antara keduanya" (HR. Imam Ahmad dan ath Thabrani).

 Bila seorang pemimpin melakukan tindakan suap, maka apa yang dilakukan itu mengindikasikan bahwa dirinya tidak layak menjadi pemimpin, karena melakukan pelanggaran terhadap larangan Allah. Dia tidak memenuhi syarat menjadi seorang pemimpin dalam islam. Untuk menghilangkan praktek suap islam memeiliki tiga penopang. Pertama, ketakwaan individu. Kedua, kontrol masyarakat. Ketiga, penerapan syariat oleh negara.

Islam mewajibkan Negara menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu, dan Islam memiliki berbagai mekanisme.bukan kesejahteraan yang kolektif seperti sistem kapitalisme saat ini.

Konsep mengatur rakyat seperti ini merupakan penerapan hadis. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Imam atau khalifah adalah Ra’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barang siapa pada pagi dalam kondisi aman jiwanya, sehat badannya dan punya bahan makanan cukup pada hari itu, seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Islam juga menetapkan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Sehingga penguasa akan mengurus rakyat sesuai dengan hukum syara. Islam juga mewujudkan SDM  berkepribadian Islam, termasuk Amanah dan jujur.

Negara juga akan mengedukasi Rakyat dengan nilai-nilai Islam termasuk dalam memilih pemimpin, sehingga umat memiliki kesadaran akan kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang muslim yang menjadi pemimpin pun  jelas berkualitas karena iman dan takwanya  kepada Allah serta memiliki kompetensi, tidak perlu pencitraan agar disukai rakyat.

Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi Politisasi Bansos Keniscayaan dalam Sistem Demokrasi Reviewed by Admin on February 14, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.