Jaminan Halal, Haram Dikomersialisasi

 



                     Oleh: Aisyah S,E 

                   (Aktivis Muslimah)



Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham mengatakan, semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di Tanah Air wajib mengurus sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024.


10 tahun setelah diterbitkan nya UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Waktu yang cukup untuk mengidentifikasi kehalalan produk pelaku usaha melalui sertifikasi halal. Namun sayangnya sampai sekarang data mengatakan jumlah UMKM nya memiliki sertifikasi halal hanya 3,5 juta 65 juta UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Masih terbilang sedikit dari keseluruhan jumlah UMKM yang tercatat. (Tirto, 2/2/2024)


Selain itu, ketentuan masa berlaku sertifikat halal kembali mengalami perubahan. Perubahan masa berlaku sertifikat halal ini tertuang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. Di dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa “Sertifikat Halal berlaku sejak diterbitkan BPJPH dan tetap berlaku sepanjang tidak ada perubahan komposisi dan atau PPH.” Maka sesuai dengan peraturan terbaru yang berlaku, sertifikat halal berlaku sejak dikeluarkan dan terus berlaku selama produk tidak mengalami perubahan komposisi atau juga PPH.


Seluruh layanan penyelenggaraan jaminan produk halal menggunakan elektronik yang terintegrasi dengan proses layanan sertifikat halal, yang dilakukan oleh BPJPH, LPH, MUI, MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, MPU Aceh, Komite Fatwa Produk Halal, serta Pendamping PPH. (Kompas, 1/2/2024).


Kebijakan ini menambah deretan pertanyaan di benak kita, apa jaminan produk tersebut benar-benar halal? Keseriusan negara dalam hal ini di pertanyakan terkhusus mengatasi produk konsumsi yang beredar di tengah masyarakat apakah halal atau tidak. Cara yang ditempuh adalah dengan diadakannya sertifikasi halal, serta adanya label halal sebagai pertanda produk tersebut sudah terjamin kehalalannya. 


Namun cara itu tak menjamin sepenuhnya, apalagi regulasi yang dibuat selalu berubah-ubah dan menggampangkan proses sertifikasi halalnya. Hal ini yang menjadi alasan pelaku usaha tidak mengurus sertifikat halal karena biaya administrasi, dimana keseluruhan biaya pengurusan ditanggung oleh pelaku usaha. Terlebih negara Indonesia salah satu penduduk muslim terbesar, dengan persentase 87% atau 240,62 juta jiwa.


Seharusnya, jaminan sertifikasi halal menjadi salah satu bentuk layanan negara kepada rakyat. Karena, peran negara adalah sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apalagi kehalalan merupakan kewajiban agama. Namun, pada negara kapitalis, negara hanya menjadi regulator kebijakan dan semua urusan bisa dikomersialisasi melalui kebijakan.


Dalam Islam sendiri mewajibkan untuk mengkonsumsi makanan halal, sesuai firman Allah:


  يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ 

 

Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu merupakan musuh yang nyata (Q.S Al-Baqarah: 168)


Islam menjadi solusi tuntas untuk segala problematika umat, termasuk masalah kehalalan produk konsumsi. Islam menaruh perhatian khusus, bahkan negara memiliki kewajiban untuk menjamin produk beredar itu halal.


Setidaknya ada 3 hal yang perlu dibenahi, yaitu individu, masyarakat, dan negara. Apabila Islam diterapkan secara keseluruhan dalam kehidupan secara tidak langsung akan menyelesaikan permasalahannya.


Individu, seseorang yang memiliki kepribadian Islam Kaffah tidak akan berani memproduksi makanan, minuman, atau produk lainnya yang tercampur dengan zat yang diharamkan. Individu muslim akan selalu taat pada aturan syara karena ketakutan nya dengan Allah SWT, walaupun tak ada mengawasi proses pembuatan makanan nya mereka akan tetap jujur dan senantiasa memilih bahan yang halal dan thayyib. Hal ini dilandasi ketakwaan, sehingga individu tidak hanya memikirkan profit tetapi juga keberkahan dari Allah. 


Masyarakat, masyarakat memiliki kewajiban dalam dakwah, apabila ada seseorang yang melakukan kesalahan maka mereka akan mencegahnya. Saling mengingatkan dilandasi rasa cinta terhadap sesama karena Allah. Sehingga kemungkinan kecil produk non halal akan beredar di tengah-tengah masyarakat. Ini sebab nya umat Islam dikatakan umat terbaik.


كُنۡتُمۡ خَيۡرَ اُمَّةٍ اُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَتُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰهِؕ وَلَوۡ اٰمَنَ اَهۡلُ الۡكِتٰبِ لَڪَانَ خَيۡرًا لَّهُمۡؕ مِنۡهُمُ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَاَكۡثَرُهُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ‏  

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (Q.S Ali-Imran:110)


Negara, negara Islam dipimpin oleh seorang khalifah yang bertugas mengurus urusan umat. Seorang khilafah berkewajiban memberikan jaminan bahwa produk yang di konsumsi masyarakat adalah halal.


Adapun negara akan menempatkan qadhi hisbah, yakni qadhi yang bertugas untuk berkeliling di pasar atau tempat-tempat dimana masyarakat berkumpul untuk melakukan jual-beli untuk memastikan kehalalan produk dagangan dan melakukan Amar ma’ruf nahi mungkar. Qadhi pun akan memberikan sanksi yang tegas yang mampu memberikan efek jera apabila ada yang melanggar aturan dengan mengedarkan produk yang mengandung zat haram.


Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, demi menjaga kehalalan produk dari zat haram, beliau pernah menulis surat kepada para wali di daerah agar memusnahkan babi-babi yang berasal dari suatu kaum yang bukan Muslim dengan cara membelinya kemudian dimusnahkan. Inilah mekanisme Islam dalam mengatur dan melindungi rakyat dari berbagai makanan yang diharamkan. Upaya untuk menjamin kehalalan produk tidak dilakukan dengan mengeluarkan label halal, melainkan dengan mengontrol secara langsung peredaran produk dagangan di pasaran sehingga tidak ada bahan bahan haram yang beredar di pasar.


Dengan demikian jaminan produk halal akan tercapai ketika menerapkan Islam secara menyeluruh dalam naungan Daulah Islamiyah.


Wallahu 'alam bish-showab

Jaminan Halal, Haram Dikomersialisasi Jaminan Halal, Haram Dikomersialisasi Reviewed by Admin on February 13, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.